Sidoarjo, Mcbrnews.com – Sekretariat LSM GMBI Distrik Sidoarjo yang berlokasi di RT 13 RW 03, Desa Panjunan, Kecamatan Sukodono, menjadi sorotan publik. Pasalnya, sekretariat tersebut berdiri di atas tanah irigasi, Kamis 29 Agustus 2024.

Lokasi tersebut sudah dibangun permanen dan digunakan sebagai kantor distrik Sidoarjo, PT. GBI yang bergerak di bidang outsourcing, serta tempat usaha pemotongan ayam yang berdiri di atas Sungai Afvour Bulu Bendo. Keberadaan bangunan ini jelas melanggar aturan sempadan sungai, dan usaha pemotongan ayam tersebut juga tidak memiliki izin. Selain itu, warga setempat mengeluhkan bau yang ditimbulkan serta limbah yang dibuang langsung ke sungai.

Pemerintah Desa Panjunan, bersama Dinas PU Sumber Daya Air Sidoarjo, Muspika Sukodono, Satpol PP Sukodono, BPD, RT, dan RW, pada Kamis (29/08/2024) siang melakukan inspeksi lokasi setelah sebelumnya mengklarifikasi Pamuji selaku pemilik lahan mengenai perizinan dan legalitas tanah.

Santoso, perwakilan Dinas PU Sumber Daya Air Sidoarjo, mengonfirmasi bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan liar. “Iya pak, sangat melanggar ini pak,” ucapnya kepada wartawan.

“Nanti biar pihak desa bersurat ke Dinas PU dan ditembuskan ke Balai Besar, baru nanti Dinas PU dan Balai Besar akan turun survei lagi untuk menentukan batas sempadan sungai,” jelas Santoso lebih lanjut.

Santoso juga menambahkan bahwa pihaknya baru saja melakukan survei lokasi berdasarkan laporan dari Pemerintah Desa Panjunan, dan hasilnya akan dilaporkan ke pihak berwenang.

Ketua BPD Desa Panjunan, Choirul Sholeh, yang diwawancarai setelah meninjau lokasi bangunan liar menjelaskan bahwa keberadaan bangunan tersebut sudah lama dikeluhkan oleh warga Desa Panjunan. “Untuk pemotongan ayam ini, kita sudah melihat lokasi, dan memang keadaannya sangat memprihatinkan,” ungkapnya.

Menurut Choirul, baik dari pihak desa maupun warga tidak mengizinkan adanya aktivitas rumah potong ayam karena menimbulkan bau dan masalah lainnya. “Untuk kantor LSM itu, saya juga melihat letaknya sangat dekat dengan bibir sungai,” tambahnya.

Ketika ditanya terkait harapan setelah inspeksi lokasi, Choirul mengatakan, “Harapan dari Pemdes dan lembaga desa adalah agar Mas Parmuji dengan sadar membongkar bangunannya sendiri, sebelum dibongkar oleh pihak berwenang. Jika memang tidak memungkinkan, biar pihak terkait yang melakukan pembongkaran.”

Mengenai legalitas tanah yang diklaim sebagai warisan dari kakeknya, Choirul menjelaskan, “Kemarin Mas Parmuji sudah dihadirkan di balai desa dan menceritakan tentang tanah tersebut, tetapi dia tidak bisa membuktikan dengan dokumen yang ada, baik letter C maupun sertifikat,” tutup Choirul.

Sementara itu, Parmuji tidak berada di lokasi saat inspeksi dilakukan oleh pihak desa dan dinas, meski sebelumnya dikabarkan akan hadir. Namun, hingga tim meninggalkan lokasi, Parmuji selaku pemilik tanah tak kunjung datang.

Warga dan pihak terkait berharap agar polemik mengenai kantor LSM dan tempat usaha pemotongan ayam yang sudah berlangsung selama tiga tahun ini dapat segera diselesaikan. Mereka juga menginginkan agar pihak berwenang bertindak cepat agar kasus serupa tidak menjadi contoh bagi pihak lain yang ingin memanfaatkan lahan irigasi secara ilegal. Tindakan tersebut dapat menyulitkan upaya normalisasi sungai di masa mendatang. (Red/Ia)

By admin