Bogor Kab – mcbrnews
Pelaksanaan pengundian nomor urut calon bupati Kabupaten Bogor pada Pilkada 2024 yang digelar di Hotel Pesona Alam, Cisarua, pada 23 September 2024, menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Aliansi Insan Pers Bogor Raya (AIPBR) melalui Ketua Umumnya, Alih Simanjuntak menyampaikan bahwa pelaksanaan pengundian di luar kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bogor tersebut dianggap melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 yang secara tegas mengatur agar kegiatan pengundian nomor urut dilakukan di kantor KPU setempat.
PKPU No. 3 Tahun 2022 menyebutkan bahwa pengundian dan penetapan nomor urut peserta pemilu harus dilaksanakan di kantor KPU, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Aturan ini dimaksudkan untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan mencegah potensi penyalahgunaan yang mungkin terjadi jika kegiatan tersebut dilangsungkan di tempat yang tidak resmi. Namun, penyelenggaraan pengundian nomor urut calon bupati Kabupaten Bogor justru dilakukan di sebuah hotel mewah, yang menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kepatuhan KPU Kabupaten Bogor terhadap regulasi yang ada.
Aliv Simanjuntak menegaskan bahwa penggunaan hotel mewah untuk acara tersebut tidak hanya bertentangan dengan PKPU, tetapi juga mencerminkan pemborosan anggaran yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. “Penggunaan fasilitas hotel mewah untuk acara yang seharusnya bisa dilakukan di kantor KPU sangat tidak bijak. Ini bukan hanya melanggar peraturan, tetapi juga menunjukkan ketidakpekaan terhadap kondisi masyarakat yang sedang kesulitan secara ekonomi,” tegasnya.
Aliv mengkritik keras keputusan KPU Kabupaten Bogor yang tidak memanfaatkan gedung KPU di Tegar Beriman yang dinilai sudah cukup memadai untuk penyelenggaraan acara tersebut. “Gedung KPU sudah tersedia dan representatif, jadi tidak ada alasan untuk menyewa hotel mewah. Ini adalah bentuk ketidak efisienan yang tidak bisa diterima, apalagi anggaran tersebut berasal dari uang rakyat,” ungkapnya dengan nada tegas.
Selain menyoroti potensi pemborosan anggaran, Aliv juga menekankan pentingnya pengawasan publik terhadap penggunaan dana dalam setiap tahapan Pilkada. Ia menyerukan agar dilakukan audit transparan terhadap semua pengeluaran KPU Kabupaten Bogor, terutama terkait pelaksanaan Pilkada. “Jika untuk hal sederhana seperti pengundian nomor urut saja sudah ada indikasi ketidakefisienan, bagaimana dengan tahap-tahap Pilkada lainnya? Masyarakat harus lebih aktif dalam mengawasi,” tegasnya.
Kritik ini mengangkat kekhawatiran bahwa KPU Kabupaten Bogor mungkin telah mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas, yang seharusnya menjadi pijakan dalam setiap langkah penyelenggaraan pemilu. Penggunaan tempat mewah dinilai tidak hanya mencerminkan ketidakefisienan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas lembaga tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, KPU Kabupaten Bogor belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan pelanggaran PKPU dan kritik yang dilontarkan terkait pemborosan anggaran. Sikap diam ini justru memperkuat kekhawatiran publik akan kurangnya keterbukaan dalam pengelolaan dana pemilu, yang berpotensi memperburuk citra KPU di mata masyarakat.
Dalam suasana ekonomi yang sedang sulit bagi banyak warga Kabupaten Bogor, tindakan ini dianggap tidak sensitif. Sebagai lembaga yang bertugas menjamin pelaksanaan demokrasi yang bersih dan akuntabel, KPU diharapkan dapat mematuhi peraturan yang berlaku dan menggunakan dana publik dengan bijak, terutama dalam konteks Pilkada yang memerlukan kepercayaan penuh dari masyarakat.
Dengan adanya kritik dari AIPBR, masyarakat kini semakin menyoroti bagaimana anggaran Pilkada dikelola. KPU Kabupaten Bogor diharapkan segera memberikan klarifikasi dan memastikan bahwa ke depan, tata kelola anggaran pemilu dilakukan dengan lebih transparan dan akuntabel, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.