Bogor Kab – mcbrnews
Pujian yang dilontarkan Rudiy Susmanto, calon Bupati Kabupaten Bogor, kepada mantan Bupati Bogor Ade Yasin dengan menyebutnya sebagai “WANITA HEBAT” memicu gelombang penolakan keras dari masyarakat, khususnya kalangan wartawan dan LSM. Pernyataan ini menyulut kembali ingatan lama tentang kontroversi yang terjadi di masa kepemimpinan Ade Yasin, ketika ia melabeli sejumlah wartawan dengan sebutan “wartawan bodrek dan LSM Tukang Peras.” Ucapan yang menyakitkan ini masih menjadi luka yang belum sembuh, terutama di hati para awak media dan warga Masyarakat Kabupaten Bogor. ( Minggu, 28 -September,2024)
Sebutan “wartawan bodrek” yang pernah dilontarkan Ade Yasin saat menjabat sebagai Bupati Bogor tidak hanya dianggap merendahkan profesi jurnalis, tetapi juga melukai martabat para wartawan yang saat itu sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya. Tuduhan tersebut menyiratkan bahwa para wartawan hanya mencari keuntungan pribadi dan memeras, sebuah pernyataan yang memunculkan kemarahan dan kekecewaan di kalangan awak media. Istilah ini seolah merangkum ketidak percayaan dan penghinaan terhadap wartawan yang bekerja keras mengungkap fakta demi kepentingan publik.
Meskipun Ade Yasin telah menjalani hukuman penjara atas kasus korupsinya, banyak wartawan yang masih belum melupakan insiden tersebut. Bahkan setelah ia bebas, ucapannya tentang “wartawan bodrek” terus menjadi sumber ketidakpuasan di kalangan media. Ketua Umum Aliansi Insan Pers Bogor Raya (AIPBR), Aliv Simanjuntak,salah satu tokoh yang dengan tegas mengkritik penyebutan “WANITA HEBAT” untuk Ade Yasin. Baginya, pujian tersebut sama sekali tidak sejalan dengan rekam jejak Ade Yasin yang pernah melukai profesi jurnalis dan warga masyarakat kabupaten Bogor.
“Saat menjabat sebagai Bupati, Ade Yasin pernah menyakiti hati banyak wartawan dengan sebutan ‘wartawan bodrek.’ Itu bukan sesuatu yang bisa dilupakan begitu saja. Sampai saat ini, awak media belum bisa menerima atau melupakan ucapan tersebut,” ujar Aliv Simanjuntak. Baginya, istilah tersebut membawa dampak yang sangat besar, bukan hanya bagi individu-individu yang disebut, tetapi juga terhadap citra profesi jurnalis secara keseluruhan.
Aliv Simanjntak juga menegaskan bahwa AIPBR tidak akan menerima begitu saja pujian dari Rudy Susmanto tanpa penjelasan yang jelas. Ia mempertanyakan alasan mendasar di balik penyebutan Ade Yasin sebagai “wanita hebat” oleh Rudy Susmanto. “Apa dasar sebutan penyematan tersebut ? Apakah hanya karena silaturahmi atau ada alasan yang lebih substansial? Kami belum mendengar klarifikasi yang jelas mengenai hal ini,” tegas Aliv Simanjuntak diruangan Kantor pribadianya.
Sementara, Nelson Sihotang SH, M Hum, Ketua Umum Gerakan Rakyat Peduli keadilan dan Kemakmuran ( GRPKK), yang selalu aktif dalam persoalan pencegahan dan pemberantasan Korupsi turut merespon negatif pernyataan Rudy Susmanto tersebut. Ade Yasin yang pernah tersandung kasus korupsi dan harus menjalani hukuman penjara tidak dianggap layak mendapatkan gelar “WANITA HEBAT.” Banyak pihak yang merasa bahwa sosok yang pernah terlibat dalam masalah hukum, terlebih dalam kasus korupsi yang merugikan masyarakat, tidak seharusnya dipuji tanpa dasar yang jelas. Pemberian gelar semacam itu dianggap bisa mengaburkan tanggung jawab moral atas kesalahan yang telah dilakukan di masa lalu dan menyakiti warga kabupaten Bogor.
Nelson Sihotang bahkan menilai bahwa pemberian pujian semacam ini justru berisiko memperburuk citra publik terhadap para pemimpin daerah. “Masyarakat kita perlu contoh pemimpin yang memiliki integritas dan moral yang kuat. Sebutan ‘wanita hebat’ untuk seseorang yang pernah terlibat dalam korupsi hanya akan menurunkan standar moral kita sebagai bangsa yang besar ,” ujar Nelson Sihotang yang telah malang melintang aktif dalam hal pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain itu, banyak wartawan senior yang menegaskan bahwa ingatan mereka tentang sebutan “wartawan bodrek” masih sangat segar. Mereka merasa bahwa ucapan tersebut adalah bentuk serangan personal yang tidak bisa dianggap enteng. Sebagai pihak yang berada di garis depan dalam mencari dan menyebarkan informasi yang jujur untuk masyarakat, para wartawan merasa bahwa tuduhan semacam itu merendahkan profesi mereka.
“Sebagai wartawan, kami bekerja untuk kepentingan publik. Tuduhan bahwa kami hanya mencari keuntungan pribadi atau memeras sangat tidak berdasar dan mencederai kehormatan kami sebagai jurnalis. Kami tidak akan melupakan ucapan tersebut,” tegas seorang jurnalis senior yang menjadi saksi langsung ketika kontroversi “wartawan bodrek” muncul.
Polemik ini menegaskan bahwa luka lama yang ditinggalkan Ade Yasin di kalangan wartawan belum sembuh, meski ia telah menjalani hukuman atas kesalahannya. Penyebutan “wanita hebat” oleh Rudi Susmanto dianggap tidak pantas, mengingat latar belakang sejarah yang ada. Bagi sebagian besar wartawan, ucapan Ade Yasin tentang “wartawan bodrek” adalah kenangan pahit yang akan terus diingat, dan pemberian gelar “wanita hebat” tanpa klarifikasi yang jelas hanya akan memperkeruh suasana.
Dengan demikian, publik menunggu penjelasan dari Rudy Susmanto terkait pernyataannya. Apakah ini sekadar bentuk silaturahmi atau ada alasan yang lebih dalam di balik pujian tersebut? Yang pasti, baik masyarakat maupun awak media layak mendapatkan klarifikasi agar tidak terjadi kesalah pahaman yang lebih dalam.