Bogor, mcbrnews 11 September 2024 – Program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang semestinya menjadi penyelamat bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Desa Cikaret, Kecamatan Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor, kini berubah menjadi sumber kekecewaan dan kemarahan publik. Kepala Desa Cikaret dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) setempat diduga terlibat dalam kasus korupsi terkait penyelewengan dana program ini, dengan kerugian yang diperkirakan mencapai hingga 50% dari anggaran yang seharusnya disalurkan ke masyarakat.

Program Rutilahu sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 07/PRT/M/2018 serta Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang bertujuan untuk memberikan hunian layak bagi masyarakat yang membutuhkan. Namun, alih-alih membantu masyarakat miskin, program ini justru disalahgunakan oleh oknum kepala desa dan pihak terkait lainnya, sehingga menyebabkan kerugian besar bagi penerima manfaat.

Dalam investigasi awal, terungkap bahwa dari 32 rumah yang seharusnya menerima bantuan program Rutilahu, banyak yang hanya mendapatkan material senilai Rp 8 juta, jauh di bawah standar yang ditetapkan. Upah tukang yang seharusnya sebesar Rp 2 juta per rumah juga tidak dibayarkan secara penuh. Selain itu, ada rumah-rumah yang hanya menerima uang tunai sebesar Rp 10 juta tanpa mempertimbangkan kondisi atau kebutuhan sebenarnya. Bahkan, salah satu penerima hibah hanya menerima Rp 5,5 juta, menurut pengakuan warga dan hasil temuan tim investigasi media.

Lebih parah lagi, beberapa warga mengeluhkan bahwa proyek Rutilahu yang seharusnya sudah selesai dalam waktu satu tahun, hingga kini tak kunjung dikerjakan. Sebagai contoh, rumah atas nama Akromah di Guha Kulon, Desa Lewikaret, RT 002 RW 001, masih belum dibangun meski program sudah berjalan lebih dari setahun. Ini semakin menambah kekecewaan masyarakat yang selama ini berharap mendapatkan bantuan dari program tersebut.

Dugaan penyalahgunaan dana program Rutilahu ini jelas melanggar berbagai aturan hukum. Di antaranya adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Peraturan Bupati Bogor terkait tata kelola dana desa, serta Pasal 3 dan Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pelanggaran ini juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Desa.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku, program Rutilahu seharusnya dijalankan dengan penuh transparansi dan akuntabilitas. Namun, temuan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan program di Desa Cikaret jauh dari harapan. Dana yang semestinya digunakan untuk memperbaiki rumah-rumah warga miskin, justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi oknum-oknum tertentu.

Keadaan semakin rumit ketika Kepala Desa Cikaret dilaporkan mengalami stroke dan menyerahkan pengelolaan desa kepada anaknya. Penyerahan wewenang kepada anggota keluarga ini jelas melanggar Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa dalam situasi di mana kepala desa tidak dapat menjalankan tugasnya, wewenang tersebut harus dialihkan kepada Sekretaris Desa, bukan kepada anggota keluarga yang tidak memiliki jabatan resmi. Langkah ini menambah pelanggaran serius dalam tata kelola pemerintahan desa yang seharusnya berjalan sesuai prosedur.

Selain itu, dugaan korupsi dalam program Rutilahu ini juga menyeret toko-toko material yang menjadi mitra dalam proyek tersebut. Beberapa toko material mengeluhkan bahwa pemerintah desa masih memiliki utang puluhan juta rupiah yang belum dibayarkan, semakin memperburuk citra pemerintah desa di mata masyarakat. Kepercayaan warga terhadap aparat desa pun menurun drastis akibat rangkaian pelanggaran ini.

Menanggapi dugaan korupsi ini, masyarakat Desa Cikaret tidak tinggal diam. Mereka mendesak pencabutan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa dan menuntut agar aparat penegak hukum segera memproses kasus ini. Masyarakat meminta Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor dan Polres Bogor untuk melakukan penyelidikan menyeluruh serta menindak oknum yang terlibat sesuai hukum yang berlaku.

Sebagai langkah awal, masyarakat juga berharap agar DPRD Kabupaten Bogor turut mengawal penyelidikan ini. Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, setiap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus ditindaklanjuti. Masyarakat berharap agar hasil penyelidikan ini bisa dibuka secara transparan dan segera diproses agar tidak ada lagi penundaan dalam memberikan keadilan kepada para korban.

Korupsi di tingkat desa sering kali dianggap sebagai masalah yang “tidak terlihat” karena skala yang kecil, namun dampaknya sangat signifikan bagi masyarakat. Program Rutilahu yang bertujuan mulia seharusnya membantu meningkatkan taraf hidup warga, tetapi malah menjadi ajang penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat miskin.

Kasus ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi para pejabat desa di seluruh Indonesia agar tidak menyalahgunakan wewenang dalam mengelola dana publik, terutama yang bersumber dari program pemerintah yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelewengan dana publik tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Penyelidikan mendalam dan penegakan hukum yang tegas terhadap kasus ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat Desa Cikaret dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Program Rutilahu harus kembali ke jalurnya, memastikan bantuan benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan, sesuai dengan amanat undang-undang dan aturan yang berlaku.

By admin